Minggu, 18 Januari 2009

Legionellosis


Legionellosis is a collection of infection that emerged in the second half of the 20th century, and that are caused by Legionella pneumophila and related bacteria. Legionellosis consists of two clinical syndromes, Legionnaires’disease is characteriszed by pneumonia and pontiac fever is self-limiting, influenza like illness. Outbreaks legionellosis are sporadic. Some outbreaks have been most associated with hot and cold water systems in large building such as cooling towers, condensers and spa pools. Detection of Legionellla in water systems in large buiding or hospital is needed to prevent community and nosocomial legionellosis.


Legionella sp. adalah bakteri gram-negatif yang banyak ditemukan pada lingkungan air. Infeksi Legionella atau legionellosis pertama kali menjadi wabah di Philadelphia Amerika Serikat pada tahun 1976 dengan jumlah kasus 182 dan kematian 29 orang (CFR 15,9%). Legionellosis dapat berkembang menjadi dua keadaan klinik, pertama Legionnares’ disease yang merupakan pneumonia akut dan kedua Pontiac fever, penyakit yang mirip dengan flu dan dapat sembuh dengan sendirinya1. Angka kejadian Legionnares’ disease di Amerika Serikat antara tahun 1980 – 1998 rata-rata 356 kasus per tahun, saat ini diperkirakan 8000 - 18,000 kasus terjadi setiap tahun.

Di Indonesia kasus ini ada di sejumlah tempat antara lain di Bali (1996), di Karawaci Tangerang (1999), dan di sejumlah kota lainnya. Penelitian Raharjo tahun 2002 di laboratorium Pusat Penelitian Pengembangan Pemberantasan Penyakit Indonesia menunjukkan dari 213 sampel serum pekerja Cooling tower yang berasal dari Bandung, Surabaya, Medan, dan Makasar terdapat 68 sampel (32%) positif mempunyai antibodi terhadap Legionella pneumophila, artinya pekerja yang diperiksa pernah terpapar kuman Legionella.

Gejala klinis legionellosis sangat luas mulai dari asimptomatik hingga pneumonia, keadaan klinis pneumonia yang disebabkan oleh Legionella tidak dapat dibedakan dengan pneumonia yang disebabkan oleh agen lain1. Kunci untuk diagnosis legionellosis dengan pemeriksaan mikrobiologi jika pasien tergolong pada kategori resiko tinggi yaitu pasien lanjut usia, pasien dengan status imun lemah (pasien HIV & pasien kanker), perokok berat, pasien dengan pengobatan kortikosteroid dan peminum alkohol berat. Karena legionellosis tidak menyebar dari manusia ke manusia lain dan transmisi yang diketahui melalui aerosol yang terkontaminasi, maka perlu dilakukan pemantauan terhadap adanya bakteri legionella sp pada sistem air.


Adanya Legionella pada lingkungan air dan temperatur air yang hangat adalah dua faktor yang meningkatkan resiko legionellosis, komponen ketiga adalah faktor nutrisi yang sesuai untuk multiplikasi bakteri1. Legionella sp memerlukan kombinasi nutrisi yang khusus jika ditumbuhkan di laboratorium kontradiktif dengan penyebarannya yang luas di lingkungan air. Nutrisi yang dibutuhkan Legionella jarang terdapat di lingkungan air dan jika ada maka akan meningkatkan pertumbuhan bakteri lain yang lebih cepat tumbuh dibandingkan Legionella. Nutrisi untuk Legionella terdapat pada lingkungan intraselular bukan materi terlarut dalam lingkungan air. Legionella hidup dilingkungan air dan tanah yang basah sebagai parasit protozoa dan juga dapat hidup dalam biofilm pada sistem air. Bakteri ini lebih mudah dideteksi dari sampel swab biofilm dibandingkan dari air yang mengalir, hal ini menunjukkan mayoritas legionella terdapat dalam biofilm.

Umumnya kasus legionellosis bersifat sporadik akibat dari kontaminasi pada sistem air panas maupun dingin seperti pendingin udara, spa, kolam renang, peralatan terapi respirasi. Kasus yang terjadi dihubungkan dengan infeksi nosokomial atau infeksi yang berhubungan dengan pariwisata (Travel-associated infection). Dari survei yang dilakukan oleh EWGLINET pada tahun 2004 dilaporkan sebanyak 655 kasus legionellosis yang berhubungan dengan pariwisata tercatat 37 kematian dengan kejadian tersebut diperoleh angka kematian 5.6%. Deteksi Legionella pada sistem air di gedung bertingkat dan rumah sakit diperlukan untuk mencegah Legionellosis nosokomial ataupun komunitas.


Saat ini terdapat beberapa metode untuk mendeteksi legionella yaitu isolasi bakteri dengan metode kultur, deteksi antigen di dalam urin, deteksi bakteri dalam jaringan ataupun cairan tubuh menggunakan mikroskop immunofluorescent seperti direct immunoflourescent assay (DFA) dan deteksi DNA bakteri dengan polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan metode kultur dan DFA untuk deteksi legionella pada kasus legionellosis telah menurun dan kebanyakan kasus dideteksi langsung dengan deteksi antigen di dalam urin. Akibat dari pergeseran ini maka jumlah deteksi Legionella pneumophila serogroup 1 meningkat sebaliknya serogroup lain tidak terdeteksi karena antibodi yang digunakan hanya spesifik terhadap Legionella pneumophila serogroup 1.

Sedangkan untuk mendeteksi legionella dari lingkungan, tehnik yang menjadi standar baku emas adalah metode kultur. Meskipun Legionella sp tersebar luas, tetapi isolasi Legionella sp dari lingkungan air tidak selalu berhasil. Teknik kultur yang umumnya digunakan untuk pemantauan adanya Legionella sp pada lingkungan air mempunyai keterbatasan. Pertama kultur memerlukan media selektif dan masa inkubasi yang panjang (lebih dari 10 hari). Kedua kemungkinan bakteri hilang selama penanganan sampel yaitu pada saat proses sentrifugasi ataupun filtrasi yang dilanjutkan dengan proses dekontaminasi, dan ketiga adanya organisme lain yang mengganggu pertumbuhan Legionella sehingga jumlah sebenarnya Legionella dalam sampel tidak dapat diketahui. Deteksi yang tepat dan cepat berguna untuk penanganan lingkungan secepatnya sehingga kontaminasi aerosol tidak terjadi.

The end of the antibiotic era?


semakin meningkatnya insiden antibiotic-resistant bacteria... semakin mungkin terjadi the'End of the antibiotic era'. Penggunaan antibiotik yang berlebihan terutama di RS menyebabkan penyebaran resistensi dari RS ke komunitas.
bakteri resisten yang berasal dari RS seperti VRE (vancomycin resistant enterococcus) dan MRSA (methicillin resistant Staphylococcus aureus) ... saat ini berkembang menjadi strain virulen di komunitas cMRSA (community MRSA)

Physician unchlooled in the principles of microbiology utilize anti-infective agents just as they would more conventional medications, such as anti-inflammatory agent etc. They use one or two broad-spectrum antibiotics to treat all patients with suspected infections.

Many excellent broad-spectrum antibiotics can effectively treat most bacterial infections without requiring a specific caisative diagnosis. However, overuse of empiric broad spectrum antibiotics has resulted in the selection of highly resistant pathogen.

Only throught the judicious use of anti-infective therapy can we hope to slow the arrival of the end of the antibiotic era